Purbaya Suntik Rp 200 Triliun ke Enam Bank untuk Dongkrak Likuiditas, Apa Maksudnya dan Dampaknya?

  • Whatsapp

Jakarta, 12 September 2025 – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membuat langkah besar dengan memindahkan dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun yang selama ini mengendap di Bank Indonesia (BI), ke enam bank nasional. Kebijakan ini diumumkan sebagai bagian dari strategi untuk mengatasi keringnya likuiditas di sistem keuangan dan memacu pertumbuhan ekonomi nasional.

Bank-bank penerima suntikan dana ini adalah:

Bank Mandiri

BRI (Bank Rakyat Indonesia)

BNI (Bank Negara Indonesia)

BTN (Bank Tabungan Negara)

BSI (Bank Syariah Indonesia)

BSN (Bank Syariah Nasional)

Dana ini akan ditempatkan dalam bentuk rekening pemerintah di bank-bank tersebut.

Beberapa tujuan yang diungkapkan oleh Purbaya dan timnya:

1. Meningkatkan likuiditas di perbankan, agar bank memiliki dana yang bisa digunakan untuk memberikan kredit.

2. Mempercepat penyaluran belanja pemerintah, agar uang negara tidak “mengendap” sehingga tidak memberikan dampak nyata terhadap pertumbuhan ekonomi.

3. Menggerakkan ekonomi sektor riil melalui peningkatan kredit produktif, serta mendukung sektor usaha, termasuk UMKM.

Mekanisme dan Kebijakan Pengendalian

Pemerintah akan menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) atau Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang saat ini ditempatkan di Bank Indonesia.

Larangan menggunakan dana tersebut untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah BI (SRBI), agar dana benar-benar masuk ke likuiditas perbankan untuk kredit, bukan hanya asumsi investasi antar instrumen keuangan.

Penempatan dana dilakukan dengan proporsi berbeda-beda antar bank; detail besaran masing-masing bank belum sepenuhnya diungkap.

Potensi Dampak & Risiko

Kebijakan ini mendapat respons positif dan juga sejumlah catatan kewaspadaan:

Pro: Banyak ekonom melihat bahwa suntikan likuiditas ini akan membantu memperbaiki aliran kredit dan bisa menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek.

Kontra / Risiko:

Ada kemungkinan dana tambahan ini tidak sepenuhnya tersalurkan ke sektor riil kalau permintaan kredit rendah.

Tekanan terhadap nilai tukar rupiah bisa muncul bila investor melihat kebijakan likuiditas dan penurunan suku bunga sebagai risiko ke arah inflasi atau meredupnya imbal hasil aset keuangan di Indonesia.

Pemerintah dan bank harus memastikan pengelolaan yang transparan dan efektif agar dana ini tidak hanya berhenti di neraca perbankan tapi sungguh-sungguh menjangkau usaha produktif dan pembiayaan usaha kecil menengah.

Pos terkait