Magelangnews.com – Masih ingatkah kalian tentang penari soreng yang dihadirkan ke Istana Negara Jakarta? ketika itu tarian Soreng dari Magelang mulai dikenal dan kemudian diperhitungkan untuk dicacah di dunia nasional.
Dengan dibuktikannya sebanyak 200 penari soreng dari Kabupaten Magelang yang tampil dalam peringatan hari ulang tahun ke-74 kemerdekaan RI, banyak warga Magelang yang bangga tentang kesenian soreng ini yang berkesempatan untuk dipentaskan di Istana Negara
Hampir semua penari soreng dari Kabupaten Magelang menari dengan sangat bagus dan kompak, terdiri dari siswa SD, SMP dan masyarakat kecamatan Grabag Pakis dan Ngablak, ditambah tim official
Pentas orang tersebut secara kolosal ditangani langsung oleh pelatih dari ISI Surakarta, namun dibalik itu semua di tahun 2020 ini apa kabar mereka para pejuang soreng yang sampai di istana? salah satunya Evi Nurlaili Rahmaniarsy dari Grabag sedikit mengulas tentang siapa Evi dibalik seragam sorengnya.
Ternyata Evi sudah terjun di dunia seni sejak dini, ketika umur 4 tahun ia sudah mulai belajar Jawa Klasik bersama sang Ibu ketika itu Ibu adalah penyemangat baginya.
Usia 5 tahun saat duduk di kelas 1 di SD Negeri Grabag 3 pernah mengikuti tari di Pondok Kali Soko yang dipimpin oleh Gus Agung kemudian kelas 4 SD sudah sering menari di event dan acara kegiatan sosial juga di acara pernikahan, Evi menguasai tari gambyong Pareanom, Bondan kendi, merak, jaipong, rodat, pegon.
Evi masuk SMP Islam Sarbini, di usianya 11 tahun ia mulai belajar menari soreng di kaki gunung Andong tepatnya di desa Temu Kidul ,jogoyasan Ngablak. dengan gurunya Bapak Sarmudi, Bapak Bagio dan Bapak Susanto yang tergabung dalam “Laskar Bengawan sore” dari situ ia mulai menggeluti tari soreng dan mulai mendapatkan berbayaran acara desa.
Biasanya Evi mendapat peran jadi “Penangsang Wanita” , pernah juga mendapatkan job “Cucuk Lampah” di acara pernikahan.
Kemudian ia melanjutkan di SMK Negeri Ngablak jurusan pertanian, yang aktif dalam kegiatan kepramukaan dan ekstra kesenian, berkat guru SBK Bu Siti ia bisa ikut di Komunitas Lima Gunung.
“Selain bisa menambah wawasan juga banyak pelajaran berharga yang dapat saya dapatkan saya menambah perpustakaan tentang seni aktif ikut menari di Padepokan Warga Budaya, Gejayan Banyusidi Pakis yang dipimpin oleh Bapak Riyadi saat itulah bendera mulai Berkibar” Ungkap evi
“Bu Siti selalu mengajak menari di berbagai event baik dinas maupun acara desa, saya bisa mendapatkan ilmu tari kontemporer karena dipimpin oleh Bu Siti sering menari di omah Budur , Bapak Nuryanto pemiliknya, nyambut tamu-tamu dinas Bapak menteri, bapak bupati atau pejabat lainnya tapi karena covid-19 ini job libur dulu”
Ketika kelas 2 SMK mendapat juara 3 pentas seni seorang di acara jambore nasionalisme di Candi Ngawen tampil menari soreng bersama warga Setuju Bandungrejo yang dipimpin oleh Bapak Slamet, waktu tampil menari di Borobudur sempat bertatap muka dengan Bapak Eko dosen S3 isi Surakarta yang dulu pernah jadi juri telent. Banyak sekali kritik dan saran dari beliau juga mendapat tawaran kuliah di isi Surakarta
Saat kelas 3 juga mendapat juara 1 pentas seni soreng di acara jambore nasionalisme di Candi Ngawen yang itu rutin setiap tahun, tampil menari di GBK Jakarta bersama komunitas lima gunung dalam acara kampanye Jokowi , Padepokan warga budaya Gejayan Pakis , Penari Latar konser penyanyi ibukota Trie Utami di Candi Prambanan kemudian tampil di kampus UGM fakultas bahasa dan ilmu antropologi bersama Padepokan warga budaya, Menari di alun-alun kota Magelang bersama seniman Magelang asuhan mbak Lyra de blaw dan Bapak Walikota menjadi tokoh Pangeran Diponegoro ” Tahta di hati rakyat”.