Soal Etnis Uighur, Budiman Sutjatmiko : Tindakan Pemerintah China Sudah Tepat

  • Whatsapp

JAKARTA – Persoalan etnis Muslim Uighur di Xinjiang, China akhir-akhir ini mendapat sorotan dari sejumlah tokoh di Indonesia, isu seputar penghormatan HAM dan kebebasan beragama menjadi topik bahasan yang cukup menyita perhatian.

Statemen Kedutaan Besar China untuk Indonesia yang menuding media massa di Indonesia telah menurukan pemberitaan yang tidak benar dan asal kutip dari rilis media Barat juga mendapat sejumlah tanggapan beragam.

Politisi PDI Perjuangan yang juga Anggota DPR RI, Budiman Sudjatmiko menilai China memberikan kebebasan warganya untuk memeluk agama apapun sebagai sebuah ritual ibadah, asalkan tidak masuk dalam pengambilan kebijakan politik.

Terkait dengan persoalan etnis Muslim Uighur di Xinjiang, mantan aktivis 98 ini menegaskan baha Muslim di China tidak hanya Uighur, ada Suku Hui yang juga mayoritas Muslim, tidak ada tindakan apapun dari Pemerintah China terhadap Suku Hui, karena memang tidak ada gerakan memisahkan diri dari China.

“Sementara Etnis Uighur berusaha memisahkan diri dari China dengan mendirikan Republik Turkistan Timur. Saya melihatnya ini lebih sebagai gerakan sparatisme dan saya kira tindakan Pemerintah China sudah tepat,” tegas Budiman kepada wartawan, Senin (26/4/2021).

Menurut Budiman Indonesia juga mengalami kasus serupa yang mirip dengan masalah Pemerintah China dengan Uighur, misalnya kasus di Aceh dan saat ini dengan kasus sparatisme yang ada di Papua.

Senada, Ken Setiawan Pendiri NII Crisis Center mengatakan langkah Pemerintah China terhadap permasalahan di Uighur adalah untuk memberikan efek jera. “Meskipun dianggap oleh dunia internasional sebagai pelanggaran HAM, namun langkah Pemerintah China justru ingin menyelamatkan masyarakat yang lebih banyak,” tegas Ken Setiawan.

Ken mengungkapkan bahwa di China ada kelompok GICT (Groupe Islamiste Combattant Tunisien) merupakan partai Islam di Turkistan dan berafiliasi dengan kelompok-kelompok internasional.

“Mereka mengadakan pelatihan-pelatihan dan dikirim ke lokasi-lokasi perang misalnya ke Suriah atau bergabung dengan Al – Qaidah. Ketika balik ke negaranya, menganggap bahwa negara tidak mengadopsi kepentingan-kepentingan mereka, kemudian mereka malakukan perlawanan. Itu bisa menjadi awal mula menjadikan terorisme muncul dan salah satunya di Uighur,”

Menurut Ken Pemerintah China benar-benar sedang berusaha menciptakan rasa aman untuk warganya dengan hukum yang berlaku. Meski terkadang tindakannya dituding melanggar HAM, namun langkah tersebut untuk menyelamatkan kepentingan yang lebih besar. “Tindakan terorisme bukan hanya menghancurkan fisik, tapi juga menghancurkan mental, dan yang jelas negara tidak aman,” pungkas Ken.

Sebagaibaimana dilansir JPNN.com Sabtu (10/4/2021) terkait dengan dugaan pelanggaran HAM yang dituduhkan Barat,  aparat penegak hokum Daerah Otonomi Xinjiang  telah memeriksa 10.708 kasus, hasilnya tak satupun tuduhan Barat tersebut terbukti.

“Kami telah memeriksa fakta 10.708 kasus yang terdaftar dalam apa yang disebut database ‘korban’ di Xinjiang yang diduga menjadi bukti ‘pelanggaran HAM berat’ China di Xinjiang, termasuk penahanan massal terhadap orang-orang dari kelompok etnis minoritas dan program wajib sterilisasi,” kata juru bicara Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang, Xu Guixiang, di Beijing, Jumat (Jumat (9/4)

Setelah melalui proses identifikasi dan pengecekan, lanjut dia, ternyata data tentang pelanggaran HAMtersebut tidak benar.

“Database ‘korban’ Xinjiang tersebut merupakan taktik lain untuk mencoreng China,” ujar Xu yang juga Deputi Direktur Departemen Publikasi Partai Komunis China (CPC) Daerah Otonomi Xinjiang itu.

(diq)

Pos terkait