Magelang News – Ambarawa, Ratusan warga desa sekitar Rawa Pening Kabupaten Semarang Jawa Tengah menggelar doa bersama di batas tugu sempadan yang menjadi polemik. Warga hanya ingin pemerintah mencabut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kepmen PUPR) No 365 tahun 2020 tentang Revitalisasi Rawa Pening.
Selain itu warga juga gelar doa bersama dan orasi dari tokoh petani setempat,adapun warga membawa berbagai spanduk dan poster perlawanan, di antaranya bertuliskan: “Nenek Moyang Kami Petani, Kami Besar dari Tani, Kami Hidup dari Pertanian, Jangan Hancurkan Masa Depan Petani”, “Pak Menteri Pindahen Patokmu”, “Jangan Tenggelamkan Sawah dan Kampung Kami.”
Ismail Saleh koordinator Forum Petani Rawa Pening Bersatu ,”Ini adalah doa bersama memohon agar Kepmen PUPR Nomor 365 Tahun 2022 yang berkaitan dengan Rawa Pening untuk dicabut. Itu sangat mengganggu kami selaku petani dan masyarakat pesisir Rawa Pening,” Terangnya saat ditemui media
Selanjutnya , proyek revitalisasi yang diatur dalam Kepmen PUPR itu akan menenggelamkan lahan pertanian dan sebagian pemukiman penduduk di beberapa desa. Karena Rawa Pening akan diperluas dan tingkat elevasi rawa akan ditambah.
“Kurang lebih dari patok pemerintah sampai ke gesernya itu satu kilometer. Itu lahan masyarakat kena geser. Dalam aturan lama, batas antara tanah rakyat dan tanah negara sudah jelas. Sekarang ada aturan baru, elevasi dinaikkan menjadi 46.330 cm. Itu akan menerjang semua lahan pertanian dan sebagian pemukiman masyarakat di Desa Loh Pait, Desa Tuntang, dan Desa Asinan,” Paparnya
Ismail menambahkan,pemasangan patok batas sempadan itu dilakukan secara sepihak. Patok dan tugu batas sempadan itu berdiri di lahan milik warga. Namun, warga mengaku tidak mendapatkan sosialisasi.
“Intinya Kepmen itu sosialisasinya kita tidak tahu, tidak mengena sasaran, tidak dikomunikasikan ke warga. Kita sudah protes itu dari dulu dan sudah sampai ke presiden, tapi tidak ada tanggapan,” ujar Ismail
Ismail menambahkan, pemasangan patok dan tugu sempadan di lahan milik warga juga menyebabkan masyarakat tidak bisa lagi memanfaatkan lahan tersebut. Sebab, ada plang larangan pemanfaatan lahan yang juga dipasang di sana.
“(Dengan adanya patok sempadan) Warga tidak bisa menanam padi, lebih dari 1.000 hektare tidak bisa ditanami. Kerugian luar biasa, sekali panen 1 hektar itu Rp 40 juta. Kurang lebih Rp 40 miliar sekali panen, itu sudah 2 tahun. Batalkan Kepmen dan pemerintah harus tanggungjawab terhadap kerugian yang diderita petani,” kata Ismail.
Sementara itu pihak Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana ketika dimintai keterangan terkait keluhan forum petani tersebut, sampai berita itu diturunkan belum ada konfirmasi selanjutnya (ds)