Magelangnews.com – Statement Presiden Prancis Emmanuel Macron pada tanggal 2 Oktober 2020 dalam sebuah pidatonya telah menyinggung umat Islam di seluruh dunia dan memunculkan banyak reaksi. Dalam pidatonya Macron menilai Islam adalah agama yang krisis dan dikaitkan dengan aksi terorisme dan radikalisme.
Pada 16 Oktober terjadi aksi kekerasan pemenggalan Samuel Paty, seorang guru bidang Sejarah dan Geografi setelah menunjukkan karikatur Nabi Muhammad SAW oleh seorang teroris berkebangsaan Chechnya, Abdoullahkh Anzorov.
Pada tanggal 23 Oktober 2020 karikatur Nabi Muhammad SAW dipertontokan di gedung pemerintahan sebagai bentuk penghormatan Samuel Paty. Pada saat yang sama Presiden Prancis Emmanule Macron berpendapat bahwa karikatur tersebut akan tetap ada sebagai bentuk penghargaan kebebasan berpikir, berpendapat serta berekspresi.
Aksi teror selalu menciptakan momentum atau memanfaatkan momentum yang ada. Rangkaian peristiwa tersebut adalah momentum strategis bagi para teroris untuk bergerak dan menebarkan teror, akankah ulah Presiden Prancis akan memantik jaringan terorisme di Indonesia untuk menebarkan aksinya? Berikut wawancara eksklusif MAGELANGNEWS dengan Eks Amir Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Jakarta 2008 -2010 Ustad Haris Amir Falah yang saat ini aktif sebagai penulis dan pendakwah.
Ustad Haris, bagaiamana tanggapan umum Anda terkait statemen dan tindakan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dinilai menghinda Nabi Muhammad SAW?
Memang belakangan ini pernyataan Macron sangat luar biasa mendapat tanggapan yang luas dari umat Islam dan hampir seluruh dunia Islam. Pernyataan ini menurut saya sangat berbahaya karena suah masuk ranah sensitif dengan menyentuh tokoh paling dimuliakan di umat Islam. Bahkan saya pikir bukan hanya umat Islam yang memuliakan Nabi Muhammad SAW, tapi juga orang – orang non Muslim yang melihat bagaimana akhlak dari Rasulullah.
Anehnya, Rasulullah tidak punya salah pada Prancis, terutama Macron, kenapa jadi sasaran alasan kebebasan berpendapat? Kebebasan itu kan sebenarnya ada batasannya, saya rasa kalau mau jujur menganut kebebasan berpendapat kalau kita berpendapat yang negatif dan mengekspresikan kemarahan kita pada Macron dia juga tidak terima kebebasan itu. Jadi menurut saya itu alasan klise sebetulnya, ini adalah bentuk kebencian dan itulah yang banyak ditangkap oleh kaum Muslimin.
Perlu dicatat, statemen ini oleh kaum radikalis justru akan memantik untuk bertindak radikal dan ekstrim. Tentu bukan hanya kaum radikalis, yang kita khawatirkan masalah ini juga bisa menyasar kemana-mana, karena tentu tidak semua orang bisa cerdas menangkap persoalan ini.
Nah, kalaupun bisa cerdas dalam menanggapi tindakan Macron, tetap akan mengambil tindakan dengan sasaran yang tepat kepada siapa kemarahan kita harus balas.
Saya menyayangkan tindakan dan pernyataan tersebut, kalau saya sih tetap punya rasa hiroh atau marah, cemburu dengan pernyataanya Macron. Ini bukan kali pertama, kasus penghinaan dengan memajang karikatur Nabi Muhammad SAW di Prancis sudah kesekian kalinya dilakukan.
Memang diakui, umat Islam sudah sangat banyak yang terbiasa berpikir moderat, namun bukan berarti kita akan membiarkan sebuah kesalahan yang melukai hati umat Muslimin.
Pada Sabtu 31 Oktober 2020 seorang pendeta Orthodoks juga ditembak dan terluka di Prancis, apakah menurut analisa Anda gerakan ini berelasi dengan gerakan aksi sebelumnya?
Nah ini yang tadi saya katakan, tidak semua orang bisa menyikapi dengan cerdas, jadi kalau misalkan Macron itu kemudian dengan alasan kebebasan dan mereka melecehkan simbol – simbol yang sangat dimuliakan oleh kaum Muslimin, nanti sangat boleh jadi umat Islam akan berpikir yang sama. Sebuah aksi balas dendam bahwa apapun dan dimanapun ada simbol-simbol Prancis atau agama yang sama dengan Prancis akan jadi target serangan.
Dari dulu kesalahan tindakan – tindakan terorisme itu kan selalu seperti itu, kalau negara tersebut melakukan sebuah penindasan terhadap kaum Muslimin, maka kemudian mereka akan membalas dendam dengan mengeneralisir semua orang yang bersangkut paut dengan negara itu. Balasannya berbagai macam yang penting aksi tersebut dapat menunjukkan sebuah balasan.
Saya khawatir nanti ini akan bisa merembet ke tempat – tempat lain, pernyataan saya ini bukan untuk memberikan inspirasi kepada yang lain, tapi hanya sebuah kekhawatiran. Sekarang ini di Indonesia, ungkapan kemarahan tersebut masih terarah ke simbol – simbol Prancis atau memboikot produk-produk buatan Prancis.
Berati tindakan ini sangat mungkin direaksi oleh kelompok teroris di Indonesia untuk menebarkan ancaman teror?
Iya sangat boleh jadi, bagi orang-orang yang bersumbu pendek, saya benar-benar hafal cara berpikir teman-teman yang masih keras itu hanya dibagi dua, perlawanan Muslim dengan non Muslim.
Jadi sudah tidak spesifik lagi ke Prancis, tapi disimpulkan ke Muslim dan non Muslim?
Iya tepat sekali, dan rata-rata itu semangat untuk mengangkat dalil itu yang bersifat umum akhirnya, saya rasa ini ini sebuah pemantik atau momentum. Saya juga menyayangkan kenapa negara semaju Prancis melakukan tindakan seperti itu.
Jaringan teroris apakah saat ini yang harus diwaspadai oleh pemerintah, khususnya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)?
Tentu semua jaringan teroris harus diwaspadai, berdasarkan pengalaman saya untuk membuat suatu aksi yang disebut amaliyah oleh kelompok teroris itu ada dua. Pertama, bagaimana menciptakan momen, yang kedua adalah memanfaatkan momen. Menciptakan momen ini mahal dan susah, belum tentu semua kelompok pandai bagaimana menciptakan sebuah momen kemudian terjadi konflik, atau ada isu hangat dan sensitif yang bisa dimanfaatkan sebagai alasan kuat untuk melancarkan sebuah tindakan.
Menciptakan momen itu sangat susah, dulu ada kasus masjid yang dibom, akhirnya orang Islam sendiri yang marah, padahal pelakuknya bukan orang diluar Islam. Seperti sekarang ini, kasus penusukan terhadap para ustad, padahal pelakunya bisa jadi orang Islam sendiri, ini adalah upaya penciptaan momen untuk memunculkan kemarahan umat Islam dan menjadi alasan sebuah tindakan terorisme.
Nah, tindakan Macron yang mewakili Prancis tentunya ini adalah momen emas, kelompok teroris seakan mendapatkan momen yang sangat strategis, kelompok-kelompok teroris yang tidur bisa jadi bangun untuk memanfaatkan kesempatakan yang ada. Saya tidak mengalamatkan kepada kelompok tertentu saja, hampir semua kelompok radikal akan bangkit, mereka bisa saja menyusup ke dalam kelompok formal yang ada, juga bisa melakukan aksi secara langsung.
Tentu kondisi ini harus diwaspadai, kalau harus dibagi maka ada dua kelompok, yang satu kemarahannya benar-benar sebagai wujud kecintaan dan kecemburuan terhadap Rasulullah, namun ada juga yang menjadikan ini sebagai panggung baru dalam aksi terorisme.
Sejak periode 1 Juni 2020 lalu pasukan antiteror telah berhasil menanggap 72 lebih orang terduga teroris jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di berbagai wilayah di Indonesia. Apakah jaringan ini masih aktif?
Iya jaringan teroris ini masih aktif, bukan sekedar JAD dan MIT tapi juga dengan yang berafiliasi dengan Jamaah Islamiyah (JI) juga terkait penangkapan tokohnya beberapa bulan lalu Para Wijayanto (54) – Amir Jamaah Islamiyah, kemudian link – linknya mulai dibersihkan sampai ke Bandung 1 bulan yang lalu, dan tokohnya sudah di vonis 7 tahun penjara. Gerakannya bervariasi, JI masih memiliki kekuatan, skill yang terlatih, memiliki kemampuan bersenjata karena mereka latihan langsung di Syria.
Sementara kalau MIT misalnya mereka sudah punya pengalaman lapangan dan secara pelan pelan terus bergerak, memang belum sampai tindakan, tapi sudah sampai tingkat pelatihan.
Jadi setelah ada penangkapan itu mereka tidak lantas menjadi lemah?
Benar mereka tidak lantas menjadi lemah, usai penangkapan sejumlah tokohnya, mereka hanya merubah strategi. Jadi setelah ada teman yang ditangkap tidak lantas mereka akan bubar, atau silent dan tidak melakukan apa-apa, dalam ideologi teroris itu sangat tidak dibolehkan. Pengalaman saya dulu, orang yang diam itu dianggap terkena penyakit futur, atau penyakit lemah semangat dari aktif menjadi pasif, yang tadinya bergerak jadi diam, yang tadinya begitu maju dalam pergerakan jadi mengalami kemunduruan, itu disebut penyakit futur.
Penyakit futur ini juga terus disampaikan dalam tarbiyah – tarbiyah (pengajaran), tidak boleh ada kelompok yang mempunyai tekad berjihad apapu resikonya menjadi orang-orang yang future, menjadi orang yang tidak aktif atau mengurangi keaktifannya.
Misalnya berdasarkan pengalaman saya, dulu tahun 2010 saya ditangkap, teman-teman itu menyusul terus dari 2011, 2012, 2013 mereka membentuk sel-sel kecil dan terus bergerak. Menurut saya, semua kelompok mempunyai potensi untuk terus bergerak, meski sudah terjadi penangkapan mereka tidak akan menyurutkan langkah untuk melakukan kegiatan, kecuali mereka kemudian tercerahkan dengan pemikiran-pemikiran yang baik.
Menurut Ustad Haris, apakah langkah paling efektif untuk memperkecil atau bahkan menghilangkan jaringan JAD khususnya dan terorisme pada umumnya di Indonesia?
Kalau menghilangkan mungkin tidak bisa, karena sunatullah akan selalu ada kelompok – kelompok seperti itu, tapi kita berupaya untuk meminimalkan atau mengurangi penyebaran kelompok radikal. Namun kalau misalnya Allah SWT mentakdirkan kelompok tersebut habis ya alhamdulillah. Tapi sekali lagi itu adalah sunnatullah dan akan selalu ada.
Kalau kita hanya sekedar berorientasi mengurangsi atau menghilangkan sikap – sikap ekstrem dan itu hanya sebatas seremonial itu tidak bisa. Jangan sampai kita seperti berhasil menyetop aksi dan paham teroris di sejumlah media, tapi sebenarnya kelompok ini masih terus bergerak dan bahkan tidak tersentuh. Kalau kita belajar dari kasus yang ada, teman-teman yang sudah sadar ini bukan orang- orang biasa, tapi ideolog, mantan kombatan. Mereka sadar ini karena pendekatan hati, bukan dengan cara represif tapi persuasif. Pendekatan yang bisa dijembatani dengan dialog dan komunikasi ini hasilnya sangat efektif.
Saya punya data di Yayasan Hubbul Wathon Indonesia 19, yayasan ini lebih mengedepankan cara-cara persuasif, cara dan upayan ini terbukti efektif. Alhamdulillah sejumlah mantan bomber yang tercatat beberapa kali melakukan amaliyat (aksi) dan seperti tidak bisa didekati, akhirnya saya bisa berkomunikasi dan memberikan alternatif-alternatif perjuangan dan tidak melulu dengan kekerasan. Perjuangan Islam itu kan banyak sekali, melakukan pengeboman dan salah sasaran, melawan aparat dan pemerintah itu bukan jihad.
Jadi yang paling efektif menyadarkan mereka adalah dengan pendekatan hati yang persuasif, baik bagi orang-orang yang sudah aktif di kelompok terorisme maupun bagi mereka yang masih terpapar.
Bagaimana hubungan JAD dengan jaringan teroris global seperti ISIS dan organisasi lainnya?
Kalau seperti Jamaah Ansharut Khilafah (JAK), Jamaah Ansharut Daulah (JAD) kemudian teman – teman yang dulu Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) baik yang masih bertahan di JAT, maupun yang sudah melebur ke JAD atau JAK adalah sebuah jaringan yang masih terkait, karena mereka terikat dengan sebuah baiat (sumpah ). Mereka baik yang di JAK, JAT atau JAD meningkatkan baiat-nya tidak hanya kepada amir (pemimpin) yang ada di Indonesia, namun juga kepada pemimpin atau kholifah yang ada di ISIS. Selain itu mereka juga memperbaharui baiat, misalnya saat pemimpin Abu Bakar Al Baghdadi meninggal, mereka mengubah baiat-nya kepada penggantinya dan menyatakan tetap setia mendukung ISIS.
Masih banyak informasi-informasi melalui telegram atau jaringan lain yang terus dibangun, saya beberapa kali mengikuti teman-teman yang masih tersisa dan berusaha berkomunikasi serta mengajak untuk pulang ke Indonesia, dengan tegas mereka menolak dan mengatakan “Saya tidak akan pernah kembali ke negara kafir, dan hanya akan setia kepada negara khilafah atau ISIS dengan segala resikonya”.
Komunikasi antar jaringan hingga saat ini masih terjalin dengan menggunakan telegram, saya tidak faham teknologi ini, namun telegram dianggap yang paling efektif dipakai sebagai alat komunikasi hingga saat ini. Melalui telegram saya bisa mendapatkan informasi dari teman-teman yang dulunya pernah saya bina. Mereka berangkat ke sana, ada yang suaminya meninggal, namun beberapa anggota keluarganya masih hidup bahkan pernah menjadi tawanan di Irak di orang-orang Kurdi.
Saya pernah menawarkan kepada mereka saat ada wacana bahwa eks ISIS boleh balik ke Indonesia, tapi mereka mengatakan dengan tegas tidak akan pernah kembali ke negara kafir. Jadi mereka menganggap Indonesia sebagai negara kafir.
Jadi intinya, jaringan ini masih hidup dan terjalin antara JAT ke ISIS. Bahkan mereka yang sebagian besar dulunya berada di Negara Islam Indonesia (NII) sebagian mereka bergabung dengan ISIS dan mereka menjalin hubungan. NII ini kan pecah jadi dua kelompok, salah satu kelompok ini termasuk NII progresif dan ingin perjuangan mereka tidak sebatas teori, kelompok inilah yang bergabung dengan ISIS.
Apakah mereka memiliki sumber pendanaan yang terorganisir dan sangat sulit dideteksi?
Mungkin untuk saat ini, mereka pasti mengalami kesulitan untuk mendapatkan sumber dana dari luar negeri, untuk sementara mereka lebih fokus menghasilkan dana di dalam. Kita jangan berpikir mainstream, pola pengumpulan dana yang mereka lakukan sangat anti-mainstream tidak seperti kita membangun masjid menggunakan proposal dan lain-lain.
Untuk menggalang dana, mereka melakukan apa yang disebut fa’i adalah mengambil harta mereka yang disebut kafir, meskipun targetnya beragama Islam. Bentuk aksinya bisa beragam, mulai dari perampokan, pencurian hingga penipuan dengan mengatasnamakan yayasan. Dana yang berhasil dikumpulkan akan dijadikan modal untuk menjalankan operasional kelompok mereka.
Selain itu juga banyak sekali orang-orang yang sudah menyeberang ke Syiria itu meninggalkan hartanya di Indoensia dan itu dikelola oleh mereka. Tidak bisa diremehkan jumlahnya sangat besar, satu keluarga yang sudah berangkat ke Syiria bisa meninggalkan aset senilai 3 sampai 4 milyar rupiah. Ini adalah fakta, dalam waktu dekat ini saya akan menjadi saksi terhadap satu orang yang asetnya cukup luar biasa di Indonesia, dia punya apartemen, beberapa rumah harganya diatas 6 milyar. Jangan berpikir mereka kesulitan dana, mereka masih punya dana yang super besar, makanya keluarga yang ditinggalkan ke Syiria untuk bergabung dengan ISIS selalu mendapatkan bantuan rutin dari kelompok yang di Indonesia. Jadi mereka masih memiliki nafas panjang kalau soal pendanaan.
Lalu bagaimana mereka dapat menghasilkan pesenjataan?
Terkait bagaimana mendapatkan persenjataan mungkin tidak semudah dulu, dulu kita bisa menyusupkan dari dari Filiphina, namun sekarang lebih susah, tapi bukan berarti tidak mungkin mereka dapat menghasilkan persenjataan. Banyak sekali senjata yang beredar dikalangan temen – temen baik satu atau dua pucuk itu masih ada. Kalau mendapatkan suplai dari luar, kondisi sekarang ini agak susah, bagi kita yang berada di luar mereka seperti mustahil, namun kalau orang sudah terjun ke dunia pergerakan itu sudah tau jalanya kemana kita harus membeli.
Pada tahun 2010 dulu saya bingung bagaimana mendapatkan senjata, namun setelah melaksanakan pelatihan di Aceh, dalam 1 minggu saya bisa membeli diatas 20 pucuk senjata dengan jenis laras panjang, selalu ada jalan untuk mendapatkannya.
Siapakah pemimpin organisasi teroris di Indonesia yang saat ini masih sangat berpengaruh?
Saya agak susah menyebutnya, tapi adalah pokoknya, kalau di dalam (penjara) Aman Abdurahman masih berpengaruh, namun pengaruhnya saat ini sangat kecil sekali karena aksesnya sudah di potong sebelum dia divonis. Selain Aman Abdurrahman, di luar masih ada tokoh yang cukup dikenal dan gerakannya, dan gerakannya masih gerakan lama dan menurut saya hampir semua gerakan itu walaupun dari daerah, dari Jakarta dari Sydney gerakannya banyak berkiblat kepada tokoh ini. Tokoh ini juga pernah tersangkut kasus dan pernah dirilis oleh media.
Apakah upaya deradikalisasi dan perburuan teroris di Indonesia saat ini dinilai efektif untuk menekan penyebaran faham teroris dan aksi terorisme?
Kita tidak boleh menihilkan program nasional yang ada, semua yang sudah berjalan harus ditingkatkan dan jangan terjebak pada lingkup yang terbatas. Artinya, jangan hanya mendekati teman-teman yang masuk dan yang keluar dari tahanan saja dengan program deradikalisasi, melainkan teman-teman yang saat ini “berkeliaran” bahkan punya halaqah – halaqah, kelompok – kelompok kajian, kita harus masuk ke dalamnya dengan cara yang baik dan membuka wawasan mereka dengan cara mengajak mereka berdialog. Sementara untuk mereka yang sudah bebas dan insyaf, mereka sudah tidak radikal lagi, hanya perlu tetap dijalin komunikasi agar tidak “kambuh”lagi.
Densus 88 juga memiliki program deradikalisasi yang bisa lebih masuk kepada kelompok-kelompok dan tokoh-tokoh ormas yang kelihatannya formal, namun sebetulnya mereka adalah bagian daripada pemikiran radikal dan tindakan teroris yang berpengaruh.
Banyak sekali organisasi-organisai dengan beragam nama dan bendera yang berani muncul, sebenarnya di balik itu mereka memilki kader yang siap digerakkan, meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak. Kita harus berani masuk melakukan pendekatan serta berdialog dengan mereka. Berdasarkan pengalaman, mereka ada yang mengatakan, apabila mampu menghadirkan dalil yang benar dan memastikan bahwa mereka adalah salah, maka mereka siap untuk hijrah.
Terus melakukan upaya dialog menggunakan referensi yang sama dengan mereka, namun dengan pemahaman yang tidak esktrim. Rata-rata rujukan kitabnya hampir sama saja, hanya cara menafsirkan dan tindakannya yang bisa berbeda dengan kita.
Namun karena ini sifatnya ideologi dan terus hidup, maka kita tidak bisa menyadarkan semua orang, apalagi proses penyadaran itu sendiri adalah bagian dari hidayah. Kalau sudah hidayah itu buka lagi ranah kita, namun selagi ruang-ruang dialog masih terbuka itu perlu kita lakukan, meskipun mereka masih radikal, minimal memperkecil tindakan-tindakan yang bersifat ekstrim, karena kita sudah membuka mereka untuk berinteraksi dengan dunia di luar kelompoknya.
Selain Indonesia, apakah gerakan terorisme memiliki target lain di ASIA misalnya negara komunis China, mengingat beberapa aksi sweeping tenaga kerja asing di perusahaan China di Indonesia beberapa waktu lalu?
Ini memang luka lama, awalnya sebenarnya semangat perlawanan terhadap China ini sangat besar dengan isu komunis. Orang tidak lagi berkiblat ke Soviet atau Rusia, melainkan ke China terkait dengan isu komunis ini. Memang ada kelompok- kelompok dengan gaya lama (order baru) yang mengangkat isu perlawanan terhadap komunis dengan China sebagai simbolnya. Jadi sangat mungkin China akan terdampak dengan kasus seperti yang juga dialamatkan ke Prancis. Namun menurut saya, saat ini akan fokus dulu terhadap persoalan yang ada Prancis, karena memang sangat terlihat dan besar.
Isu penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW ini adalah isu yang sensitif, isu yang sangat strategis, isu yang bisa dimainkan dan bisa di- goreng bahkan kemudian dipelihara dan dikembangkan. Kalau ketemu jodohnya dengan China ini akan ramai.
Di Perancis boleh jadi orang menganggap itu karena kebebas berpendapat, kalau di China bisa jadi temanya sudah berbeda. Jadi ini memang isu global yang bisa diangkat dan menyentuh semua kelompok atau gerakan bukan hanya di Indonesia tapi juga di dunia.
Di Indonesia sendiri memang ada kelompok-kelompok yang memang menunggu momentum, mereka memiliki target dari tahun sekian hingga tahun sekian. Kalau dulu blue printnya Al Qaeda tahun 2020, tapi sekarang sudah beragam, kemarin di Prancis kemudian di China dan ini akan dikaitkan dengan ekskalogi atau ilmu tentang akhir zaman, sudah dekat munculnya Imam Mahdi. Selain itu di masa sekarang ini dianggap jelas terbelah antara imannya orang yang benar-benar beriman dan kafirnya orang yang benar-benar kafir. Kalau dalam dunia radikal, momentum ini sudah ditunggu, isunya sudah matang dan tinggal dikemas untuk dimainkan.
Apa harapan Ustad ke depan, terhadap negara Indonesia khususnya dan Asia khususnya agar bebas dari terorisme?
Saya punya harapan besar terutama di Indonesia, itulah alasan kenapa saya selalu memberikan kritik terhadap semua orang yang menciptakan pernyataan- pernyataan kontroversi dari tokoh manapun di Indonesia ini. Kalau kita konsen terhadap deradikalisasi, maka suguhkanlah semua berita pernyataan atau semuanya yang mendukung upaya deradikalisasi, jangan sampai kemudian kita bicara deradikalisasi tapi kita memancing – mancing pernyataan radikal baru, itu sangat kontradiksi.
Saya berharap agar semua orang bisa menahan diri untuk bicara ke hal – hal yang bersifat kontroverrsi. Kalau mau bicara kontrovesi di kalangan tertentu saja, misalnya di kampus dan tempat lain, meskipun itu nanti dicolong oleh media juga.
Selanjutnya konten – konten untuk membuat orang menjadi moderat ini juga harus lebih diperbanyak dan jangan mengalamatkan radikal itu kepada simbol simbol fisik dari agama tertentu. Harapan besar supaya radikal ini terhapus dari Indonesia dan di Asia pada umumnya, saya optimis Indonesia bisa jadi barometer dalam upaya deradikalisasi.