Magelang News – Mata dunia saat ini masih tertuju (disibukkan) dan fokus kepada penanganan pandemi yang masih bersimaharajalela. Padahal masih ada banyak potret tragis dan mengenaskannya nasib warga minoritas yang ditindas secara terstruktur, sistemik dan massif semisal etnis Uyghur yang kini hidupnya penuh nestapa dan lara.
Untuk mengetahui lebih jauh, berikut wawancara eksklusif Achmad Supardi, Dosen Prodi Ilmu Komunikasi President University , Mahasiswa S3 di The University of Queensland Australia dengan Ketua Komite Eksekutif Kongres Uyghur Dunia (WUC / World Uyghur Congress) yang juga Uyghur Human Rights Project (UHRP), Omer Kanat untuk Magelangnews.com
Assalamu’alaikum Mr Omer Kanat, terimakasih sudah bersedia saya wawancarai kembali. Bisakah Anda meng-update saya dengan perkembangan terkini di Turkistan Timur dan perkembangan masyarakat Uyghur di belahan dunia lainnya?
Perkembangan tidak banyak berubah, malah makin buruk. Genosida masih berlangsung.Orang tetap ditangkapi dan dimasukkan ke kamp-kamp konsentrasi. Pemerintah China terus melanjutkan merusak masjid-masjid, melarang ekspresi keagamaan Islam, bahkan
Islam dikriminalisasi. Meski begitu banyak tekanan internasional, namun sikap Pemerintah China tidak berubah. Kebijakan mereka terhadap Uyghur, persekusi, genosida, dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang mereka lakukan terus berlangsung.
Sekarang ini Pemerintah China malah mengintensifkan tekanannya ke negara-negara lain agar mendeportasi pengungsi dan orang-orang Uyghur. Pemerintah China mengancam warga Uyghur yang masih berada di luar negeri untuk tidak berbicara tentang kondisi keluarga mereka (di Turkistan Timur) dan sebagian malah dipaksa untuk memata-matai warga Uyghur lainnya.
Ketika dituruti, permintaan petugas keamanan China ini terus berkembang. Mereka meminta si mahasiswa untuk berfoto dengan kartu mahasiswanya di depan gedung kampusnya. Mereka lalu meminta bukti-bukti apa saja yang dipelajari si mahasiwa tersebut. Keesokan harinya, setelah ia disambungkan dengan ayahnya di kamp konsentrasi, petugas itu memaksa si mahasiswa untuk memata-matai kawan-kawannya sesame mahasiswa Uyghur.
Pemerintah China bisa melakukan tekanan ini dengan menjadikan keluarga warga – warga Uyghur ini sebagai tawanannya. Banyak di antara ayah, ibu, kakak, saudara perempuan orang-orang Uyghur di luar negeri ini yang masih ditahan di dalam kamp- kamp konsentrasi di Turkistan Timur. Karena itu makin banyak di antara warga Uyghur ini yang sekarang tutup mulut, tidak mau berbicara karena takut sesuatu yang buruk terjadi pada keluarga mereka di tanah asalnya.
Oke, saya ingin tahu lebih banyak tentang poin-poin yang baru saja Anda katakan. Bisakah Anda sebutkan negara mana saja yang sudah mendeportasi warga Uyghur atas tekanan Pemerintah China?
Banyak. Misalnya, Sebagian warga Uyghur sudah dideportasi dari Thailand, Kamboja, Malaysia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Afghanistan, Pakistan, bahkan juga Indonesia. Tahun lalu, 2020, Indonesia mendeportasi 2 warga Uyghur. Ada juga 54 pengungsi Uyghur yang saat ini ditahan di Pusat Detensi Imigrasi Thailand. Sebagian negara ini tidak bisa membiarkan pengungsi Uyghur untuk melanjutkan perjalanan mereka ke negara lainnya karena desakan Pemerintah China (yang meminta mereka dideportasi ke China).
Apakah Anda sudah tahu apa yang terjadi di Mesir? Mesir berusaha mendeportasi warga Uyghur, mayoritasnya adalah mahasiswa yang sedang kuliah di sana. Sebagian telanjur dideportasi, sebagian lagi tidak jadi dideportasi karena kuatnya desakan internasional untuk membatalkannya.
Atas dasar apa deportasi tersebut?
Tentu saja tanpa dasar, kecuali desakan Pemerintah China. Sekarang ini Pemerintah China tidak ingin warga Uyghur keluar dari wilayah mereka. Mereka khawatir warga Uyghur yang berada di luar negeri terlibat dalam aktivisme HAM dan politik yang membongkar kekejaman Pemerintah China di Turkistan Timur.
Mengapa dulu Pemerintah China membolehkan mereka keluar?
Kebijakan yang sangat ketat ini dimulai pada 2017. Saat itulah Pemerintah China memerintahkan warga Uyghur di luar negeri untuk kembali. Tapi okelah, saya ceritakan kembali tentang penguasaan dan kebijakan China di Turkistan Timur. Pemerintah China menduduki wilayah kami pada 1949. Mereka mengeluarkan dan menerapkan kebijakan asimilasi sistematis yang berubah menjadi persekusi sistematis dan massif sejak 2017.
Kita mulai dari tahun 2009. Saat itu terjadi kerusuhan di ibukota Turkistan Timur (Xinjiang), Urumqi. Ribuan warga Uyghur memprotes kebijakan Pemerintah China yang memaksa warga Uyghur menjadi buruh-buruh murah di pabrik-pabrik di mainland China. Ternyhata warga Uyghur didiskriminasi di sana dan ada peristiw adi mana warga Uyghur diserang oleh warga lokal hingga jatuh beberapa korban jiwa. Warga Uyghur mendesak Pemerintah China mengadili pelaku kejahatan tersebut namun tidak ditanggapi sehingga warga Uyghur berdemo makin besar. Bukannya mendengarkan desakan warga Uyghur, Pemerintah China malah secara brutal menghentikan demo warga. Ratusan warga Uyghur meninggal akibat represi aparat keamanan Pemerintah China. Sejak saat itu Pemerintah China mengawasi dengan lebih ketat Turkistan Timur.
Pada 2014, Presiden China, Xi Jinping mengunjungi Turkistan Timur, tepatnya di kota Kashgar yang mayoritas penduduknya sangat tradisional. Warganya tidak bisa berbahasa Mandarin. Xi Jinping kaget karena Turkistan Timur belum “menjadi China”. Warga Uyghur tetap berbahasa Uyghur, tetap menjalankan ibadah sebagai Muslim, tetap dalam tradisi mereka. Sejak saat itulah ditetapkan “sebuah solusi final”, yakni asimilasi paksa. Warga Uyghur dipaksa untuk berasimilasi ke dalam budaya China (Han).
Xi Jinping dikabarkan marah besar kepada para pejabat Partai Komunis di Turkistan Timur yang dianggapnya tidak becus bekerja sehingga warga Uyghur tetap menjadi Uyghur dan tidak ter-China-kan.
Menjadikan warga Uyghur sebagai “China” dan menguasai Turkistan Timur sepenuhnya sangat penting bagi China karena lokasi Turkistan Timur sangat strategis bagi kebijakan One Belt One Road (OBOR) China. Turkistan Timur adalah pintu gerbang yang menghubungkan Chian dengan Asia Tengah dan kemudian Eropa.
Jalur OBOR yang bergerak ke selatan, melalui Pakistan, itu melewati Turkistan Timur. Jalur yang di utara, melewati negara Asia Tengan untuk kemudian ke Eropa, juga melalui Turksitan Timur. Jadi posisi Turkistan Timur ini sangat strategis, selain banyak sekali kekayaan alamnya. Belum lagi pipa minyak bumi yang memasok China dari negara-negara Asia Tengah juga melalui Turkistan Timur.
Bagaimana tepatnya penerapan kebijakan tersebut?
Pemerintah China memaksa warga Uyghur untuk meninggalkan identitas mereka, meninggalkan bahasa mereka dan menggantikannya dengan Bahasa China, menghancurkan agama mereka. Pemerintah China menempatkan banyak tambahan polisi dan tentara di Turkistan Timur. Mereka merusak masjid dan menangkapi warga yang dating ke masjid dengan tuduhan ekstremis dan menempatkan mereka di kamp-kamp konsentrasi.
Seperti yang mungkin sudah Anda ketahui, Pemerintah China berkampanye bahwa mereka juga korban dari gerakan-gerakan ekstremis Muslim. Mereka ingin disamakan dengan negara-negara Barat yang di wilayahnya terdapat sel-sel ekstremis Muslim. Pemerintah China mengklaim pihaknya sedang berhadapan dengan kelompok teroris.
Sebagian orang mungkin tidak percaya dan menganggap kabar adanya kamp-kamp konsentrasi di Turkistan Timur sebagai berita yang dilebih-lebihkan. Mereka seolah tidak percaya, bagaimana hal itu terjadi di abad ke-21 ini? Tapi memang itulah yang terjadi. China begitu cepat membangun kamp-kamp konsentrasi tersebut dan menggunakannya.
Bukan hanya itu, Pemerintah China juga memisahkan anak-anak Uyghur dari orantua mereka. Menurut akademisi Barat, Pemerintah China mengambil 800 ribu anak-anak China dan membawanya ke mainland China. Mereka disekolahkan di SD, SMP, SMA China, dijadikan “China”. Bahkan nama mereka pun sudah diubah menjadi nama China.
Mirip stolen generation warga Aborigin Australia dan warga Indian Kanada dalam masa pendudukan Inggris dong?
Sangat-sangat mirip. Karena itu kami sangat takut apa yang akan terjadi 10 tahun lagi. Anak-anak ini akan tumbuh menjadi orang China dan melupakan budaya Uyghur mereka. Mereka ini didandani menggunakan baju tradisional China, padahal anak-anak warga China sendiri sudah jarang yang memakainya. Mereka saling menyapa dalam Bahasa China. Mungkin nanti mereka akan membenci orangtua mereka berikut agama dan tradisi mereka.
Konsulat Jenderal China di Brisbane, Australia, mengeluarkan rilis yang pada dasarnya menyebut Anda dan World Uyghur Congress (WUC) sebagai proxy Amerika Serikat (AS) untuk melemahkan China. Komentar Anda?
Tentu saja itu sebuah kebohongan besar. Yang kami lakukan ini hanya exposing, hanya menampilkan apa yang dilakukan Pemerintah China terhadap warga Uyghur di Turkistan Timur. Kami tidak punya peran apa pun dalam melemahkan China. Kami hanya menyampaikan kebenaran kepada dunia tentang kondisi warga Uyghur.
Saya sudah lama bekerja dalam bidang advokasi Bangsa Uyghur ini. Saya dulu adalah wartawan Radio Free Asia yang concern pada masalah-masalah ini. Kira-kira sejak 1999 saya memulai aktivisme ini. Kami melakukan studi dan membeberkan bukti-bukti kekejaman Pemerintah China atas warga Uyghur di depan anggota Kongres AS. Kami melakukannya sejak lama, jauh sebelum era Presiden Donald Trump. Jadi tidak ada kaitannya dengan Trump atau perang dagangnya dengan China. Aktivisme kami sudah lama, bukan bagian dari membantu AS melemahkan China.
Kami memiliki bukti dokumen-dokumen persekusi, kami kenal dengan para survivor kamp-kamp konsentrasi tersebut, kami berani menyuarakan kondisi warga Uyghur sementara banyak negara yang enggan bersuara. Karena itulah Pemerintah China menyerang kami.
Kalau memang Pemerintah China tidak menyembunyikan sesuatu, mengapa mereka tidak membiarkan kami berkomunikasi dengan keluarga kami di Turkistan Timur? Mengapa mereka melarang warga Uyghur yang ingin pergi?
Bicara tentang dukungan, apakah sejauh ini ada peningkatan dukungan dari pemerintah negara-negara maupun LSM terhadap perjuangan warga Uyghur?
Ya, kami melihat adanya peningkatan dukungan. Ini karena masyarakat internasional mulai paham apa yang sebenarnya terjadi kepada warga Uyghur di Turkistan Timur. Represi Pemerintah China terlalu besar untuk bisa mereka sembunyikan terus menerus, karena itu akhirnya bocor juga dan masyarakat internasional akhirnya mengetahuinya.
Sebagian dokumen yang kami miliki juga berasal dari petugas China (Chinese forces) sendiri yang tidak tega melihat apa yang terjadi. Mereka yang membocorkannya.
Amnesty International, ini sebuah LSM besar internasional dan sangat kredibel, mereka menyebut apa yang dilakukan Pemerintah China di Turkistan Timur sebagai crimes against humanity (kejahatan kemanuiaan). Human Rights Watch (HRW), organisasi HAM internasional yang juga sangat besar dan bereputasi juga berpendapat serupa. Selain itu terdapat 60 organisasi pencegahan genosida di dunia menyebut tindakan Pemerintah China sebagai genosida.
Jadi, yang dilakukan Pemerintah China di Turkistan Timur adalah slow moving genocide atau genosida yang berjalan pelan. Pemerintah China memang tidak menembaki warga secara langsung dalam jumlah besar seperti genosida di tempat lain. Mereka tidak melakukan mass killings namun bergerak ke arah sana.
Sudah makin banyak pemerintah negara-negara yang mendesak China untuk menghentikan apa yang mereka lakukan di Turkistan Timur, misalnya Lithuania, Belgia, Republik Chechia, Kanada dan lainnya, jadi bukan hanya AS. Mereka tidak menyebut tindakan itu sebagai genosida dan kejahatan kemanusiaan, tapi menyebutnya sebagai gross human rights violations atau pelanggaran HAM berat. Di PBB, ada puluhan negara yang mengutuk Tindakan China ini. Kali ini ada satu negara berpenduduk mayoritas Muslim yang ikut menandatangani desakan itu, yakni Turki.
Sebelumnya pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan tidak mendukung perjuangan warga Uyghur ya?
Banyak pemerintahan negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim yang tunduk terhadap tekanan China. Namun biasanya mereka akan bersuara Ketika rakyatnya sendiri yang menekan. Ketika rakyatnya tahu apa yang terjadi terhadap warga Uyghur, rakyat ini akan marah terhadap pemerintahnya yang tidak melakukan sesuatu untuk membela warga Uyghur. Sebagian pemerintah takut lalu berbalik menunjukkan perhatian kepada isu Uyghur ini.
Di Turki, karena mereka negara demokratis, orang bebas berpendapat. Kelompok oposisi terus menggembar-gemborkan pembelaan terhadap Uyghur. Bila pemerintah tidak menunjukkan sikap serupa, mereka bisa kalah dalam Pemilu.
Jadi perubahan sikap ini untuk kepentingan politik dalam negeri mereka sendiri?
Ya. Anda (Turki) bersikap seolah sebagai pelindung Muslim di seluruh dunia. Anda bicara tentang Palestina dan Rohingya tiap hari, bagaimana Anda bisa tidak memikirkan Uyghur sama sekali? Bahkan Uyghur ini secara budaya sangat dekat dengan Turki. Secara Bahasa, tradisi, sejarah, kami dekat dan terhubung. Desakan oposisi dan warga membuat Pemerintah Turki akhirnya menunjukkan pembelaannya terhadap Uyghur juga.
Sekarang kan mulai banyak dukungan bagi warga Uyghur. Apakah semua dukungan itu berakibat positif? Ataukah ada juga yang berakibat buruk bagi perjuangan Bangsa Uyghur?
Semuanya memberi dampak positif. Setidaknya sekarang ini nasib warga Uyghur sudah menjadi isu internasional. Dalam pertemuan G-7 tahun lalu di London, misalnya, isu Uyghur juga dibahas meski dari segi perburuhannya, yaitu perburuhan paksa warga Uyghur di pabrik-pabrik dan perusahaan besar di mainland China.
Saat ini sedang berlangsung KTT G-20 di Italia. Apakah isu Uyghur juga dibicarakan?
Kami berharap mereka membicarakannya juga. Yang perlu diketahui, sekarang Pemerintah China mulai belajar dan sudah menyadari bahwa mereka tidak bisa menahan warga Uyghur terus menerus dalam kamp konsentrasi. Konsekuensinya sangat buruk bagi citra mereka. Jadi Pemerintah China mulai mengubah kamp menjadi pabrik atau mendirikan pabrik dalam kamp tersebut, utamanya industri tekstil dan IT dan mempekerjakan tahanan Uyghur di sana.
Jadi ini perubahan taktik di pihak Pemerintah China. Dengan begitu mereka bisa mengklaim bahwa warga Uyghur ini tidak ditahan, tapi dipekerjakan. Padahal ya warga Uyghur ini harus bekerja di “pabrik-pabrik” ini dan berada dalam pengawasan Pemerintah China. Mereka harus bekerja dari pukul 6 pagi dan masih harus mengikuti training-training politik hingga malam. Kalau pun bagi mereka yang pulang ke rumah (bukan ditahan), mereka tidak punya waktu untuk beribadah atau untuk ngobrol dengan anak-istri mereka.
Juga, di pabrik-pabrik ini mereka harus berbicara dalam Bahasa China dan harus mau makan ransum yang diberikan. Termasuk, bila ransum itu mengandung babi. Menolak makan babi membuat mereka mendapatkan cap sebagai ekstremis dan mendiskriminasi warga Han China.
Apakah And atahu tentang Wafiq, sebuah LSM di Malaysia? Mereka mengadakan webinar via Zoom pada 30 Oktober 2021 tentang Uyghur. Apakah Anda dan organisasi Anda tahu atau bahkan terlibat dalam kegiatan tersebut?
Kami tahu Wafiq, tapi saya pribadi memiliki kegiatan lain saat itu sehingga tidak bisa mengikuti webinar tersebut. Tapi staf saya mengikutinya dan terlibat dalam persiapannya.
Saya sendiri dua kali berbicara dalam forum yang digelar Wafiq. Sekarang ini makin banyak LSM di Malaysia dan di Indonesia yang mendukung perjuangan warga Uyghur. Saya sendiri dan organisasi yang saya pimpin bersikap sangat hati-hati, jangan sampai menyakiti hati pemerintah negara-negara ini. Dan tentunya kami juga tidak ingin menjadi pihak yang dimanfaatkan untuk kepentingan politik mereka sendiri. Jadi kami memang berusaha memberi informasi kepada publik dan biarlah publik ini yang berbicara dengan pemerintah mereka.
Apakah kerja sama seperti ini akan terus berlangsung di masa depan?
Menurut saya begitu. Saat ini makin banyak kelompok yang mengambil inisiatif membela Uyghur. Kami hanya menyediakan saksi untuk memberikan testimoni tentang apa yang terjadi.
Apa tantangan yang Anda prediksi di masa mendatang mengenai kerja sama seperti ini?
Seperti saya katakan tadi, kami sangat berhati-hati agar tidak sampai menyakiti hati pemerintah negara yang mana pun yang belum mendukung perjuangan warga Uyghur. Kami tidak mengkritik negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim yang bungkam soal Uyghur. Kami hanya mendidik LSM dan publik mereka agar paham tentang isu Uyghur. Biarlah mereka yang meminta agar pemerintahnya speak up juga tentang nasib warga Uyghur.
Negara mana yang menunjukkan pertambahan dukungan terbesar?
Amerika Serikat (AS). Tapi ini tidak ada hubungannya dengan Trump. Ini karena hasil kerja kami yang terus menerus dan kepedulian warga serta anggota Kongres AS terhadap isu HAM. Saat Kongres AS menyetujui Uyghur Act, mislanya, hanya 1 anggota Kongres yang tidka setuju. Melihat dukungan sebesar itu, Trump yang tadinya tidak mendukung pun akhirnya ikut tanda tangan.
Apakah the Uyghur Tribunal (Pengadilan Kejahatan HAM Uygur dan Bangsa-bangsa Muslim Turkic lainnya) di bulan Juni dan September 2021 membawa dampak positif bagi perjuangan warga Uyghur?
Ya, saya pikir demikian. Pengadilan ini akan menyampaikan keputusannya pada Desember 2021 mendatang. Kita akan lihat apakah mereka berpendapat bahwa apa yang dilakukan China di Turkistan Timur sebagai sebuah genosida atau bukan. Sebagaimana Anda tahu, mereka adalah pengadilan independent.
Pendapat pengadilan ini tentang apa yang terjadi di Turkistan Timur tentunya akan membawa dampak bagi kesadaran warga dunia tentang nasib warga Uyghur, dan nantinya akan memunculkan desakan kepada negara-negara maupun organisasi-organisasi untuk melakukan tindakan yang perlu. Pemerintah negara-negara yang tadinya enggan membela Uyghur karena khawatir bahwa isu Uyghur ini adalah isu buatan AS, misalnya, akan menjadi teryakinkan bahwa ini murni isu kemanusiaan. Ini karena yang memutuskan adalah pengadilan independent, bukan pemerintahan negara tertentu.
Ada rumor bahwa para saksi yang dihadirkan dalam pengadilan tersebut sebenarnya disuap? Mereka dibayar untuk bersaksi?
Tidak, sama sekali tidak. Ini pastilah propaganda Pemerintah China. Asal tahu saja, ada begitu banyak warga Uyghur yang ingin bersaksi. Yang menjadi korban kan banyak. Sebagian memang takut, namun Sebagian lagi kan sebaliknya, sangat ingin agar apa yang terjadi pada mereka atau keluarga mereka diketahui masyarakat luas. Malah banyak yang menghubungi saya supaya dirinya terpilih sebagai saksi yang bersaksi dalam pengadilan tersebut. Saya menolaknya. Saya katakan bahwa saya tidak punya kuasa apa-apa terhadap pengadilan itu. Pengadilan itu sendiri yang akan memilih siapa-siapa yang mereka inginkan untuk bersaksi.
Selain penggantian pengurus WUC, apa agenda lain dari Kongres WUC di Prague, Republik Chechia, 11 Desember 2021 mendatang?
Kami akan membicarakan program kerja dan strategi untuk 4 tahun ke depan.