Berbulan-bulan ‘Dibersamai’ Mata-mata China

  • Whatsapp

Oleh : Achmad Supardi

MagelangNews – Cerita ketakutan warga Uyghur di Afghanistan terserak di beragam media massa dunia. BBC, CNN, NPR, Voice of America, hanyalah sedikit dari banyak media yang memiliki cerita warga Uyghur mengisolasi diri mereka berminggu-minggu. Tidak ada sweeping, memang. Bahkan, sebagian warga Uyghur ini sudah memiliki kewarganegaraan Afghanistan. Namun, rasa aman tidak menyertai mereka. Alasan mereka logis juga. Di dalam KTP mereka masih tertulis jelas kebangsaan mereka: Uyghur. Sementara secara geopolitik, China menjadi satu-satunya tempat berpaling bagi Taliban yang masih terkucil. Klop, kan?

Bacaan Lainnya

“Kami takut Taliban akan membantu China mengontrol gerak-gerik kami, atau menangkap dan menyerahkan kami ke China,” kata salah satu warga Uyghur yang dikutip Joel Gunter dari BBC.

Omer Kanat, Chairman of the Executive Committee World Uyghur Congress, membenarkan cerita ini. Dia mengatakan Pemerintah China memata-matai warga Uyghur 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Tak henti.

Tidak berhenti di sana, Pemerintah China juga mengirimkan aktivis-aktivis Partai Komunis untuk tinggal di rumah-rumah warga Uyghur. Menurut media corong Pemerintah China, Global Times, dalam 2 tahun terakhir lebih dari 1 juta aktivis Partai Komunis “membersamai” warga Uyghur di rumah-rumah mereka. Warga laki-laki China Etnis Han ini bahkan tinggal serumah di rumah-rumah yang semua penghuninya perempuan.

“Ini bukan hanya pelecehan bagi Muslim, namun juga melanggar nilai-nilai kemanusiaan. Warga Uyghur tidak bisa menolak dan harus menerima serta memperlakukan para aktivis ini dengan ramah,” kata Omer.

Juli lalu China mengundang delegasi senior Taliban ke Tianjin untuk bertemu Menlu China, Wang Yi. Ketika negara-negara Barat kompak menganggap Taliban bukanlah pemerintah resmi Afghanistan, China mengambil sikap sebaliknya. Dalam kesempatan itu Wang Yi meminta Taliban “menjalankan peran penting demi perdamaian, rekonsiliasi dan rekonstruksi di Afghanistan”. Tentu ini pengakuan implisit dari China bahwa Taliban memang penguasa resmi Afghanistan. Di atas kertas, AS tidak akan bisa menggunakan Dewan Keamanan (DK) PBB untuk menjatuhkan sanksi terhadap Taliban karena, diharapkan, akan diveto oleh China. Taliban merespon ini dengan berjanji “tidak akan membiarkan siapa pun menggunakan wilayah Afghanistan untuk melawan China”. Para pengungsi Uyghur merasa ini adalah peringatan bagi mereka.

Memet, pedagang perhiasan di Kabul berdarah Uyghur mengakui kepada VoA dia tidak pernah mengalami ketakutan seperti saat ini. Ayah lima anak ini khawatir Taliban yang begitu membutuhkan bantuan ekonomi pada akhirnya akan mengorbankan orang-orang seperti dirinya.

“Saya sangat takut bahwa Taliban pada akhirnya akan menyerahkan kami kembali ke China dan China akan menembak kami,” kata Memet kepada Asim Kashgarian dari VoA.

Ayah Memet melarikan diri ke Afghanistan di tahun 1961. Negara ini dipilih karena tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan China. Memet tidak menyesali keputusan ayahnya, hanya saja ia berpikir desakan ekonomi bisa saja membuat Taliban menyerahkan orang-orang seperti dirinya bahkan tanpa adanya perjanjian ekstradisi sekali pun.

*Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Komunikasi, President University dan Mahasiswa S3 di The University of Queensland

Pos terkait