Oleh : Rizky Yunazar
Magelangnews – Indonesia adalah negara yang memiliki beragam potensi budaya. Dari Sabang sampai Merauke, berbagai budaya dapat ditemukan seperti tarian, musik, pakaian, rumah adat, makanan, dan tentu, seluruhnya memiliki keunikan tersendiri atau bisa dikenal sebagai kearifan lokal. Itulah kekayaan hakiki bangsa yang harus dilestarikan dan diberdayakan oleh seluruh warga negara Indonesia. Dalam keragaman bangsa Indonesia, pada umumnya setiap masyarakat memiliki nilai-nilai yang menjadi pedoman hidupnya. Nilai-nilai itu menjadi sebuah kearifan lokal yang menjadi ciri khas daerahnya masing-masing.
Kearifan lokal tak lain dapat dimanfaatkan sebagai memperkaya khazanah diiringi sebagai upaya untuk mempersatukan perbedaan. Namun, pada zaman ini, era globalisasi dan modernisasi masuk dan mempengaruhi seluruh negara di dunia, termasuk kearifan lokal yang ada di dalamnya. Ketika menghadapi perkembangan zaman tersebut, masyarakat disadarkan bahwa di satu sisi, perkembangan yang ada akan meningkatkan taraf hidup masyarakat, tetapi di sisi lain dapat mengancam pola-pola kehidupan yang sudah lama mengakar, yaitu kearifan lokal. Selain itu, kearifan lokal kerap kali terbentur dengan berbagai nilai-nilai yang muncul karena globalisasi dan modernisasi, seperti kemakmuran, kenyamanan, kemudahan, individualisme, materialisme, konsumerisme, budaya cepat, dan instan. Hal tersebut melatarbelakangi perlunya pengenalan serta penguatan kearifan lokal dalam masyarakat agar ciri dan karakter bangsa tersebut tidak hilang dan terkikis dalam perkembangan zaman.
Ada pun beberapa hal-hal yang menyebabkan kearifan lokal terkikis oleh globalisasi dan modernisasi, meliputi: kebebasan yang terkekang dan terbendung, objektivitas manusia, mentalitas teknologi, krisis teknologi, penghapusan tentang moral serta etika norma di dalam lingkungan masyarakat, dan pergeseran pengertian manusia.
Sampai sekarang ini, banyak sekali kearifan lokal yang terkikiskan dari lingkungan kehidupan masyarakat. Ada pun beberapa kearifan lokal tersebut adalah sebagai berikut. Di perkotaan, kebiasaan gotong royong semakin berkurang. Ada berbagai banyak hal yang menyebabkan masyarakat perkotaan tidak mau bergotong royong, antara lain gaya hidup yang hedonisme, sikap konsumerisme, sikap individualis, dan sikap acuh. Sebagai contoh, biasanya masyarakat kota akan kumpul untuk gotong royong di acara tertentu yang bersifat mengikat. Setelah itu, juga ada kebiasaan para petani yang menggunakan tanaman lokal untuk mengendalikan hama dengan cara memilih varietas tanaman tertentu yang kebal hama dan mampu bertahan dalam kondisi ekstrem, seperti kekeringan dan banjir. Sejatinya, kearifan lokal jangan dianggap sebagai musuh dari globalisasi dan modernisasi. Namun, kearifan lokal hendaknya dipandang sebagai jiwa dari globalisasi dan modernisasi suatu bangsa. Dengan demikian, jiwa dan karakter bangsa masih bisa terlihat meskipun negara itu maju dan modern.
Hal ini tentu perlu menjadi perhatian serius. Sebagai contohnya, kita dapat menuiru negara yang sudah cukup berhasil mengkombinasikan kearifan lokal dan kemajuan zaman adalah Jepang. Sekarang, dunia mengenal berbagai kebudayaan, bahkan kearifan lokal Jepang. Sebagai contoh, budaya pekerja keras, rasa malu, dan kesimbangan dengan alam. Lewat berbagai kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, jepang mampu menunjukkan karakter bangsanya.
Di era zaman industri 4.0 ini, mengajak kita untuk menggandeng komunitas-komunitas yang ada di dalam masyarakat untuk melestarikan dan merawat nilai-nilai serta norma-norma leluhur dari nenek moyang kita agar tetap terjaga sebagai bentuk kearifan lokal yang utuh. Dalam rangka mempertahankan budaya yang ada di dalam masyarakat, kita harus tetap bertindak secara rasional atau kritis dalam arti mampu memilah dan memilih mana yang masih perlu dipertahankan dan mana yang harus ditinggalkan. Demikian pula dengan nilai dan norma yang datang dari luar sebagai akibat dari globalisasi harus kita saring juga. Menyaring budaya dari luar (globalisasi) dan budaya lokal merupakan bentuk strategi yang harus kita terapkan. Supaya bangsa kita yang memiliki berbagai kebudayaan dalam wujud bentuk kearifan lokal tidak luntur tertelan oleh arus globalisasi.
Melihat komunitas lokal kita yang begitu besar karena Indonesia memiliki kawasan yang luas dengan kondisi geografi yang beragam, kita harus menggunakan pendekatan per kasus atau permasalah. Mengapa kita harus menggunakan pendekatan per kasus dalam rangka memberdayakan masyarakat lokal? Karena meskipun masyarakat itu tinggal dalam kawasan atau wilayah yang sama dan memiliki masalah yang sama, tetapi bisa saja akar permasalahannya berbeda. Adapun, wilayah dan komunitas yang berbeda, dalam menentukan strategi pemberdayaannya tetaplah harus diselesaikan per kasus pula, karena biarpun mereka memiliki masalah yang intinya sama seperti kemiskinan, tetapi faktor penyebabnya dapat berbeda-beda.
Dengan demikian, strategi pemberdayaan masyarakat adalah suatu cara yang kita pilih untuk menggali kemampuan dari masing-masing komunitas dengan keanekaragaman kearifan lokal dalam mewujudkan harapannya. Melalui proses pemberdayaan ini, dimaksudkan untuk mengubah fungsi dan peran suatu individu dari objek menjadi subjek pemberdayaan kearifan lokal. Seperti yang diungkapkan oleh Sunyoto Usman (Usman (2004) dalam Cholisin (2011)) ada beberapa strategi yang bisa diterapkan dalam pemberdayaan komunitas, yaitu sebagai berikut. Mewujudkan atmosfer atau suasana yang memungkinkan potensi paguyuban masyarakat berkembang (enabling). Hal ini bertujuan untuk mengenalkan bahwa setiap individu maupun paguyuban komunitas masyarakat memiliki potensi untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya.
Dalam rangka memperkuat daya saing potensi yang dimiliki oleh komunitas paguyuban masyarakat (empowering), maka upaya yang dilakukan yakni dengan cara memberikan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan kesempatan dalam memperoleh sumber kemajuan ekonomi (modal, saham, pendapatan, teknologi, informasi, tenaga kerja, dan pasar). Hal itu, dapat diwujudkan dalam melakukan penguatan individu berupa dorongan, motivasi bekerja keras, gaya hidup terampil, hidup hemat, keterbukaan, dan tanggung jawab. Selain itu, penguatan institusi juga sangat dibutuhkan, tetapi yang lebih penting adalah penguatan komunitas untuk berpartisipasi dalam pemberdayaan. Memberdayakan bisa berarti melindungi (protection). Dalam hal ini, bukan berarti mengisolasi, tetapi lebih cenderung untuk mencegah terjadinya kekerasaan yang dilakukan oleh kaum yang kuat terhadap kaum yang lemah.
Sementara itu, menurut Edi Suharto, pemberdayaan komunitas dapat dilakukan dengan lima strategi yang biasanya disebut dengan 5P, yaitu seperti (Suharto, 2004). Pemungkinan, penguatan, perlindungan, penyokongan, dan pemeliharaan.
Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat atau komunitas yang didasari oleh nilai-nilai kearifan lokal masyarakatnya akan memberikan konstribusi yang besar untuk pembangunan di Indonesia tetapi tetap mengedepankan nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia. Terciptanya keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai mapun norma yang berlaku dalam kelompok paguyuban masyarakat tertentu. Nilai dan norma tersebut akan menjadikan pegangan hidup kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari. Selain itu, dengan digunakannya kearifan lokal, masyarakat dapat lebih mudah untuk menerimanya karena sudah familiar. Dengan demikian, kearifan lokal dapat dimanfaatkan sebagai upaya untuk mencegah atau menjadi tameng dari dampak negatif globalisasi.
Profil Penulis
RIZKY YUNAZAR, lahir di Sukoharjo, 7 Juni 2001. Mahasiswa S-1 Pendidikan Sosiologi-Antropologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. IG: @itsrizkyyzr_ Facebook: Rizky Yunazar Twitter: @itsrizkyyzr_ Surel: rizkyyunazar07@gmail.com