PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), perusahaan tekstil terkemuka yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah, resmi menghentikan operasionalnya pada Sabtu, 1 Maret 2025, setelah 58 tahun beroperasi. Penutupan ini berdampak pada ribuan karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Keputusan penutupan ini diambil akibat kondisi pailit yang dialami perusahaan. Sebelumnya, pada 28 Februari 2025, para karyawan mengadakan momen perpisahan dengan saling bertukar tanda tangan di seragam kerja mereka sebagai kenang-kenangan.
Menteri Ketenagakerjaan menyatakan bahwa terdapat peluang lowongan kerja bagi 10.666 karyawan yang terdampak di wilayah Solo dan sekitarnya. Pemerintah daerah juga berencana mengadakan pelatihan kerja untuk membantu para karyawan yang terkena PHK agar dapat segera mendapatkan pekerjaan baru.
Penutupan Sritex menandai berakhirnya era salah satu produsen tekstil terbesar di Indonesia, yang telah berkontribusi signifikan terhadap industri tekstil nasional selama lebih dari setengah abad.
PT Sri Rejeki Isman Tbk, yang dikenal sebagai Sritex, adalah salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia dengan sejarah panjang yang dimulai dari usaha kecil hingga menjadi pemain global.
Awal Berdiri dan Perkembangan
Sritex didirikan pada tahun 1966 oleh H.M. Lukminto sebagai usaha dagang bernama “UD Sri Rejeki” di Pasar Klewer, Solo. Pada tahun 1968, perusahaan ini mendirikan pabrik di Joyosuran, Solo, untuk memproduksi kain mentah dan bahan putih. Pada tahun 1978, status hukum perusahaan berubah menjadi PT Sri Rejeki Isman.
Pada tahun 1982, Sritex mendirikan pabrik tenun pertamanya, menandai ekspansi ke sektor produksi yang lebih luas. Kepercayaan internasional mulai tumbuh ketika pada tahun 1994, Sritex dipercaya memproduksi seragam militer untuk NATO dan Angkatan Bersenjata Jerman.