Pada tahun 2013, Sritex resmi melantai di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham SRIL, memperkokoh posisinya sebagai salah satu raksasa industri tekstil nasional.
Masa Kejayaan dan Ekspansi
Selama periode 2013 hingga 2017, Sritex mengalami pertumbuhan signifikan. Pada tahun 2014, CEO Iwan S. Lukminto menerima penghargaan sebagai Businessman of the Year dari majalah Forbes Indonesia dan sebagai EY Entrepreneur of the Year 2014 dari Ernst & Young. Perusahaan juga berhasil menerbitkan obligasi global senilai 350 juta dolar AS yang akan jatuh tempo pada tahun 2021.
Tantangan dan Kebangkrutan
Meskipun memiliki sejarah panjang kesuksesan, sejak 2021 Sritex mulai menghadapi masalah keuangan yang serius. Sahamnya disuspensi sejak Mei 2021 akibat keterlambatan pembayaran bunga dan pokok MTN (Medium Term Notes). Utang perusahaan pun terus menumpuk, dengan total liabilitas mencapai sekitar Rp24,3 triliun per September 2023.
Pada 21 Oktober 2024, Pengadilan Negeri Niaga Semarang memutuskan Sritex dalam keadaan pailit. Keputusan ini menandai berakhirnya era salah satu produsen tekstil terbesar di Indonesia, yang telah berkontribusi signifikan terhadap industri tekstil nasional selama lebih dari setengah abad.
Selama lebih dari lima dekade, Sritex telah berkontribusi signifikan terhadap industri tekstil Indonesia dan dikenal sebagai produsen seragam militer untuk lebih dari 33 negara. Perjalanan Sritex mencerminkan dinamika industri tekstil nasional dan tantangan yang dihadapi dalam menjaga keberlanjutan bisnis di tengah perubahan ekonomi global.