Magelangnews.com – Sudah lima tahun sejak 2015 operasi perburuan militan bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengah dilakukan oleh gabungan pasukan TNI dan Polri, namun kelompok teroris pro-ISIS pimpinan Ali Kalora benar-benar belum berhasil ditumpas. Data mencatat, terdapat keterlibatan kelompok militan Uighur yang berasal dari Provinsi Xinjiang, Republik Rakyat Tiongkok yang ikut bergabung dengan MIT. Meski sudah berhasil ditembak mati dan ditangkap, namun keterlibatan suku Uighur ini menarik untuk diungkap dalam perkembangan gerakan radikal di Indonesia. Berikut wawancara Eksklusif Magelangnews.com dengan pakar terorisme dan pemerhati gerakan Islam, Dr. Amir Mahmud, Direktur Amir Mahmud Center yang ditemui langsung di Surakarta, 13 Desember 2020.
Dr. Amir Mahmud, kita mengetahui hingga hari ini (13/12/2020) 11 teroris kelompok Ali Kalora belum berhasil ditangkap oleh Densus 88, bagaimana pandangan Anda? Sesulit itukah?
Sebenarnya itu tidak terlalu sulit, namun ini adalah proses operasi yang membutuhkan situasi dan kondisi khusus. Kondisi masyarakat yang secara ideologis masih ada yang menerima mereka, bahkan mungkin mem back-up. Jadi masyarakat di sekitar lokasi juga menjadi faktor yang berpengaruh.
Selain itu, situasi dan kondisi geografis juga sangat sulit, bisa kita lihat di peta, medannya sangat sulit, kecuali bagi warga asli yang faham betul daerah tersebut. Kita juga mengetahui bahwa Ali Kalora adalah warga asli dan melakukan gerakan hutan atau gerilya hutan bersama kelompoknya.
Kenapa masyarakat bersimpati ?
Karena mereka mulai pendekatan dengan momentum yang tepat sejak konflik Poso yang dilakukan oleh Santoso. Kondisinya sudah sedemikian rupa, kultur sudah terbentuk.
Secara sosio – kultural masyarakat di wilayah tersebut juga tidak suka dengan pemerintah, sehingga sangat mudah dimasuki oleh kelompok teroris seperti Mujahidin Indonesia Timur atau MIT.
Terkait aksi dengan model pembantaian, mereka sebelumnya juga telah membidik sasaran secara spesifik dan seksama dan itu tentu juga sudah dipersiapkan sejak lama.
Bagaimana kondisi atau keberadaan Uighur yang bergabung dengan teroris di Indonesia saat ini?
Kelompok Uighur ini sudah mengenal nilai-nilai perjuangan yang hendak dicapai secara global dalam setiap gerakannya. Khusus untuk Uighur yang bergabung dengan MIT sebenarnya adalah sejarah lama, MIT ini sudah ada sebelum JAT dan JAD karena mereka adalah produk Jamaah Islamiyah (JI) di Asia Tenggara.
Mereka memiliki Poso dijadikan sebagai basic untuk latihan, karena lokasinya sangat memungkinkan. Selain itu Poso juga lokasinya sangat strategis, salah satunya jika menyeberang sedikit ke utara sudah bisa ke Philiphina.
Untuk melihat mereka mungkin masih ada yang di penjara Nusa Kambangan, namun menurut informasi terakhir mereka sudah selesai menjalani masa tahanan, ada yang sudah dideportasi dan ada yang mencari suaka.
Perlu diketahui juga, Uighur ini adalah kelompok separatis di Xinjiang yang ingin memisahkan dari Republik Rakyat Tiongkok atau China dan tidak semua orang Uighur ini sparatis dan teroris, itu hanya beberapa wilayah saja. Mungkin kalau di Indonesia bisa disamakan dengan sejarah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ingin memisahkan dari Indoensia.
Mereka yang sparatis ini tergabung dalam ETIM atau East Turkestan Islamic Movement atau Gerakan Islam Turkistan Timur.
Bagaimana mereka bisa masuk Indonesia?
Sebenarnya orang Uighur yang masuk Indonesia ini hanya beberapa saja yang ikut Santoso di Poso. Mereka menggunakan jalur darat tentunya, jalur ilegal untuk masuk ke Indonesia. Bersama Santoso di Poso mereka ingin mencari lahan perjuangan dengan cara menciptakan konflik, seperti yang dilakukan di negara-negara lain.
Setelah konflik tujuannya adalah dijadikan basis pertahanan untuk menyebarkan dan mengembangkan jaringan, seperti di Philiphina. Jadi di balik ini terdapat permainan internasional.
Bagaimana analisa Anda, apa kepentingan dibalik pengangkatan isu Uighur di Indonesia?
Kelompok jihadis di Indonesia mengangkat isu etnis Uighur sebagai pemicu, propaganda dan semangat perjuangan. Isu Uighur dimainkan di Indonesia untuk melakukan perlawanan kepada rezim Indonesia. Karena sebagian kelompok-kelompok ini dalam konteks politik tidak suka dengan pemerintahan Jokowi saat ini.
Dulu sebelum Uighur mencuat, isu Suriah juga dimainkan sedemikian rupa, saat itu saya menyuarakan di Solo Raya dan Jawa Tengah untu jangan Suriahkan Indonesia, karena akan memicu tragedi besar kemanusiaan. Kita harus belajar dari Suriah, tempat lahirnya para ulama itu kini hancur semuanya.
Saat isu Suriah tidak mempan, maka dimunculkan isu Uighur dengan tujuan untuk menyulut emosional ideologi agar terus ada perlawanan sehingga menjadikan Indonesia konfilk. Beruntung masyarakat Indonesia sudah memliki kecerdasan yang baik, sehingga isu yang berkembang dapat difilter.
Selain bergabung dengan MIT apakah mereka juga bergabung dengan kelompok teroris di Indonesia atau ASIA?
Tentu, idiologi ini bertujuan ingin menciptakan imperium, minimal se-Asia Tenggara dan perjuangan kelompok Uighur di Indonesia ini termasuk gagal, karena tidak menemukan medan perjuangan. Kemungkinan mereka Uighur juga menyintas ke Philipina dengan isu dan tujuan sama. Saya melihat di Philipina ini ada potensi bagi mereka untuk bergabung, misalnya dengan Abu Sayyaf yang ada di Mindanao atau di Moro.
Saya mau menekankan sekali lagi bahwa saat Densus menggerebek Santoso ditemukan ada orang Uighur, hal ini mengindikasikan teroris di Indonesia, khususnya MIT berjejaring dengan Uighur. Itu artinya orang-orang yang memainkan isu Uighur adalah jaringan yang sama, meskipun tidak menggunakan media yang galak.
Baik Dr Amir, apakah bisa disimpulkan bahwa kemampuan tim anti teror di Philiphina lebih rendah dengan kemampun tim anti teror di Indonesia?
Tidak, kemampuan penanganan teroris di Philipina cukup baik, namun keberadaan Noor Misuari dan Slamet Ashim masih eksis hingga saat ini. Hal ini karena disana cukup kondusif untuk perkembangan jaringan, bahkan mereka ini bersenjata dan ingin memerdekakan seluas-luasnya.
Menurut informasi dari Anda di beberapa forum akademis, sudah dua kali Anda berangkat ke China, bagaimana pengalaman Doktor Amir melihat Muslim Uighur disana?
Saya sudah kesana dua kali, yakni ke Beijing dan Shanghai. Saya mengadakan aproach masyarakat Muslim di sana, mempelajari perkembangan ajaran agama dan syiar agama. Kondisi mereka biasa-biasa saja tidak seperti isu yang berkembang selama ini. Islam di China atau Tiongkok itu minoritas, maka jangan berpikir seperti di Indonesia, mereka yang di China harus mempunyai etika kebangsaan dan nasionalisme China.
Saya juga ke Xinjiang, Uighur ini hanya satu komunitas saja, dan tidak semua orang-orang Muslim di sana itu radikal seperti yang diberitakan banyak hal yang negatif. Masjid banyak jumlahnya, tidak ada pembongkaran. Terkait kamp yang disebutkan disana adalah tempat rehabilitasi alias deradikalisasi.
Saya juga bertanya kepada mereka bagaimana kronologi mereka tertangkap, salah satunya mengaku sebagai pekerja di pabrik dan dia mendapatkan video propaganda ISIS lalu di share dan akhirnya dideteksi oleh satuan anti teror di China kemudian berujung penangkapan.
Jadi menurut saya, kalau kita belum ke sana maka akan terkesan mereka ini disembunyikan, sebenarnya juga tidak ada penyiksaan, misalnya aparat melakukan penangkapan tentu mereka menggunakan standard. Kapan melumpuhkan dan kapan menangkap, aparat sudah paham. Karena jihadis adalah orang yang siap mati, maka petugas harus responsif, tapi harus memenuhi prosedur yang berlaku.
Pemberitaan negatif banyak yang direpetisi (diulang-ulang). Penyiksaan dan sebagainya, itu siapa yang mengedit video, misalnya pada saat bulan puasa orang dipaksa makan. Saya katakan Muslim di China itu berkembang, masjid juga berkembang dan tidak ada pembatasan. Kalau ada aparat dalam sebuah foto atau video yang terlihat membawa senjata pada saat berbuka puasa, itu mereka tidak sedang menyandera tapi mengawasi agar mereka tidak terganggu, karena itu berlangsung di jalan.
Ada permasalahan di sini (Indonesia) dalam menangkap informasi, mereka – kan melalui google, kita tahu sendiri google buatan siapa? Buatan Amerika Serikat kan.
Ada orang datang ke Uighur, namun tidak masuk ke kamp dan hanya mendapatkan informasi sepihak, kalau tidak masuk maka tidak melihat fakta sebenarnya. Jadi tidak ada penyiksaan di sana, kalau ada interogasi itu wajar, namanya tahanan juga harus diinterogasi.
Saya pikir tidak seperti yang ada di pemberitaan, persatuan Umat Islam di China sangat kuat.
Saya mendapat informasi sebuah rekaman slide atau video, bahwa sebelum ada kunjungan ke sana, otoritas China meredesain kamp sedemikian rupa dan menyembunyikan kamp penyiksaan, bagaimana tanggapan Anda? Apakah Anda merasakan waktu datang ke lokasi ada yang disembunyikan?
Saya datang ke sana bukan untuk rekreasi, bukan sekedar meninjau. Saya punya kata kunci karena misi saya adalah misi riset mengenal secara empiris. Saya berusaha obyektif, netral, independen dan prosedural. Kalau tidak prosedural datang ke sana akan ditolak, orang radikal datang ke sana membawa misi perlawanan, maka informasi akan ditelan mentah-mentah.
Berita-berita yang datang ke Indonesia, yang diterima oleh kelompok radikal itu karena mereka tidak melihat fakta yang sesungguhnya. Tidak ada yang disembunyikan dalam kamp-kamp ini, kalaupun ada yang disembunyikan itu masalah apa dulu, di Indonesia kan ada penjara Nusa Kambangan yang disembunyikan karena ada perkara khusus, itu sah-sah saja sebagai sebuah negara.
Berita-berita yang beredar itu adalah propaganda negara asing yang memang anti China. Saya bukan saya membela komunis, saya objektif.
Umat Islam disana juga banyak, di Shanghai juga banyak. Kalau di Uighur itu mereka adalah separatis, mana ada sebuah negara yang memperbolehkan kelompok sparatis eksis mengembangkan jaringannya, kan tidak ada.
Selain itu, saya juga menggunakan pendekatan budaya, jangan sampai mereka takut (phobia) karena kehadiran saya. Salah satunya yang saya temui adalah seorang pekerja di pabrik.
Sebelum saya datang kesana, saya pelajari dulu berbagai hal, kami di sana menggunakan Bahasa Inggris dan Arab serta dibantu guide. Kultur disana orangnya suka menyanyi, saya menyanyi bersama, bahkan mendemokan Kungfu sendirian di hadapan mereka, saya bilang Jackie Chan mereka menyahut bilang Bruce Lee dan tertawa.
Doktor melihat mereka tertawa, apakah tertawa mereka tertekan atau tertawa lepas gembira?
Mereka ketawa menyiratkan tidak ada beban atas kedatangan kami, karena kami memberi support, inilah kami dan tidak ada gambaran tekanan di sana. Ada informasi lagi katanya di sana tidak boleh memakai Jilbab, itu salah di sana boleh pakai Jilbab, saya datang langsung ke pemukiman dan melihat mereka berjilbab.
Berarti negara di luar China menangkap informasi ini dengan cara salah, artinya China gagal dalam melakukan komunikasi internasional, bagaiman peran tim public relation China ini?
Ini bukan soal komunikasi internasional yang gagal, tapi peran negara di sekitar China yang memang anti China. Tentu kan tidak semua negara pro China, banyak juga yang anti China.
Misalnya terkait proyek Jalur Sutra, proyek ini benar-benar ditakutkan oleh AS karena daya ekonomi akan tersedot ke jalur ini.
Jadi ini adalah perang ekonomi dengan memainkan isu agama?
Itu sebenarnya yang terjadi, Perang ekonomi dengan memainkan isu agama yang seksi, sensitif dan empuk. Indonesia Alhamdulillah baik karena masyarakat cerdas.
Baik, khusus di Indonesia, jika isu Uighur ini terus dikembangkan dan berhasil meningkatkan sentimen anti China, prediksinya apa yang akan terjadi?
Tragedi tahun 1998 bisa saja terulang, kalau kepekaan masyarakat Indonesia kurang, apalagi saat ini dalam konstelasi politik, Indonesia ini terlihat condong dan berkiblat ke China.
Saya bukan orangnya pemerintah, saya juga tidak bodoh dalam peta politik, saya pendidikan strata 1 Ilmu Politik, jadi mengenal peta geopolitik. Pemerintah harus reaktif membendung berbagai isu negatif apalagi Indonesia mayorias penduduk beragama Islam.
Islam radikal cenderung “menggoreng” isu China, saya ngomong berdasar data empiris. Sering saat saya bicara di seminar ada pesan negatif menuduh saya otak saya membela China dan murtad.
Saya berani berdebat dan beragumentasi berbasis data, terkait gambar di google yang berisi penyiksaan, ada dugaan itu tidak dibuat di China, tapi rekayasa AS.
AS terlihat bermain dalam kasus ini, tanggal 6 Oktober 2020 AS secara terbuka menghapus Gerakan Islam Turkistan Timur (ETIM) yang jelas-jelas adalah sparatis China dan membahayakan Pemerintah China. Bagaimana tanggapan Anda?
Gerakan Islam Turkistan Timur, yang mereka mainkan itu sama dengan gerakan-gerakan yang ada di Indonesia. Gerakan anti komunis yang menginginkan isu penyatuan Turki.
Tahun 2013 AS itu memberikan statemen kepada ETIM, bahwa mereka adalah kelompok yang sparatis yang masuk daftar teroris. Malaysia juga, Saudi Arabia, Tajikistan juga memasukkan ETIM sebagai teroris.
Namun justru kenapa sekarang dicabut dari daftar terorisme, dengan alasan data-data dipublikasikan oleh Tingkok belum memenuhi syarat. China tentu kaget dengan langkah AS ini.
Dulu kenapa AS menganggap teroris, kenapa sekarang menghapus, ini kan standar ganda. Ternyata AS banyak “bermain” di negara mayoritas Muslim. Kalau di Eropa tidak berdampak dengan permainan ini, namun penduduk yang mayoritas Muslim ini berdampak.
Lepasnya ETIM dari daftar organisasi teroris apakah memungkinkan kelompok ini menjalin hubungan dengan JAD atau MIT di Indonesia?
Mereka ETIM punya cara berkomunikasi dengan teroris Indonesia, mereka menempuh cara bagaimana di Indonesia bisa diterima. Mereka berkomunikasi dengan cara menggunakan perangkat tertentu. Ada aplikasi tertentu mungkin yang sulit dilacak.
Melihat kasus di atas, apakah menurut Anda AS berperan dalam gerakan kontra terorisme di Indonesia?
Tentu, kita bisa melihat cara-cara yang dipakai Indoneisa kan tidak berbeda dengan cara AS di berbagai negara yang lain. Osamah bin Laden yang super silent saja bisa terdeteksi persembunyiannya, apalagi hanya masalah yang seperti Indonesia.
Pencegahan terorisme di Indonesia ini sudah sangat baik dengan metode soft approach (deradikalisasi). Bahkan dunia heran melihat Indonesia terbelalak. Bagaimana Indonesia bisa melakukannya, termasuk AS. Indonesia diperhitungkan, karena penduduk mayoritas Muslim.
Oke Apakah ada pesan bagi masyarakat Muslim Indonesia, bagaimana bersikap terhadap persoalan Uighur?
Kita harus membuka mata, membaca fenomena pergerakan yang ada, bagaimana isu yang dimainkan oleh dunia internasional. Uighur bukan kejahatan hanya nasionalsitik, tapi sudah berkolaborasi dengan ideologi ekstrim dan kita harus cerdas dan mampu mensikapinya.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang cerdas, kita harus memahami jalur-jalur yang dimasuki teroris yang menciptakan perpecahan. Inti ideologi ekstrim itu pertama, menjadikan klonflik dahulu, lalu menciptakan chaos, maka selanjutnya akan mudah diruntuhkan. Mari Kita bersatu, tidak memilah suku, etnis dan agama.
Ingat, karena kalau kita sudah hancur, maka kita baru akan menyesal. Lihatlah Suriah yang dimainkan AS dengan isu perlawanan Syiah dan Sunni (pembantaian Sunni) ini dimainkan di media internasional.
Bagaimana kerjasama Indonesia dengan luar negeri dalam memberantas terorisme?
Sinergi dalam menanggulangi terorisme yang terpenting, mungkin kerjasama intelijen. Untuk perlatan dan pendukung lainnya, Indonesia sudah memilikinya. Semua upaya pencegahan juga sudah dilakukan untuk menjaga dan mempertahankan aset yang dimiliki negara ini.
Apakah Indonesia butuh bantuan dari luar negeri dalam penanggulangan terorisme? Bantuan apakah itu?
Jika ada bantuan itu sah-sah saja, namun selama ini saya melihat belum ada meminta bantuan dari luar negeri. Meski demikian dalam kasus bom Bali, Indonesia pernah mendapatkan bantuan dari Australia kalau tidak salah.
Anggaran yang dipakai Indonesia saat ini dijalankan untuk soft approach (deradikalisasi), mencegah dan membendung terorisme di Indonesia. Kunci soft approach ada dua, yakni rehabilitasi dan pencegahan.
Saya membaca persoalan anak bangsa, saya bukan orang pemerintah, saya seorang akademisi yang memiliki kepedulian terhadap terorisme. Penanganan Densus 88 saat ini tidak ada kekerasan, kalau bisa ditempuh dengan jalan persuasif, maka tidak melakukan kekerasan.
Saya telah bertemu dengan pimpinan Densus 88 dan berdialog serta menekankan bagaimana cara mereka dalam menangani terorisme di Indonesia.
Ada yang mau disampaikan lagi?
Saya mengajak kepada semuanya, marilah pemahaman keagamaan kita diiringi dengan pemahaman wawasan kebangsaan, karena jika tidak disertai dengan wawasan kebangsaan maka akan muncul intoleransi. Ideologi Pancasila saya kira sudah selesai dan final.
Jangan ada kesan mayoritas dan minoritas, karena ini akan berdampak untuk kondisi yang tidak baik. Indonesia adalah negara yang aman dan nyaman (*)