Oleh. Dr. Amir Mahmud ( Pengamat Radikalisme & terorisme)
KEPRIBADIAN YANG TANGGUH
Peningkatan sumber daya manusia dapat dilihat oleh pimpinan dimana menjadi suatu bagian yang utuh yaitu, adanya kualitas pencapaian hasil kerja para anggotanya dalam sebuah lembaga, serta kuantitas dari segi efisiensi dan efektivitas yang dilakukan anggota. Maka pada saat itulah Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan.
Sebagaimana Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) memantau kinerja Tim Densus 88 Mabes Polri, dalam memburu teroris. Menurut Direktur Eksekutif Lemkapi, Edi Hasibuan mengatakan, kini Densus 88 lebih mengedepankan penegakan hukum yang humanis. Artinya penegakan hukum yang yang dilakukan jajaran Densus 88 Anti Teror Polri dalam beberapa bulan terakhir ini semakin profesional.
Pandangan tersebut diatas dalam pandangan saya bahwa penegakan hukum , untuk mendaptkan keadilan merupakan suatu upaya yang menjadi prioritas. Sebab salah satu dan tujuan hukum dalam masyarakat selain menciptakan ketertiban ( oreder ) dan rasa aman, juga terselenggaranya keadilan bagi mereka yang mencarinya.
Saya sangat sepakat terhadap pendapat bahawa terselenggaranya suatu keadilan tampak jelas bukan sekedar ada tidaknya subtansi hukum yang baik semata, melainkan lebih penting dari itu justru bagaimana peran penegak hukum ( law enforcement ) atau aktor yang menerapkan peraturan dalam berbagai kasus terlebih dalam kasus radikalisme dan terorisme.
PERHATIAN YANG KUAT
Perhatian adalah sikap pemerhati yang selalu harus ada pada kepemimpinan, dengan demikian mampu menyatukan antara tujuan, tugas dan metode yang menjadi porsi terbesar bagi seorang pemimpin untuk dapat menjamin terhadap perkara tersebut, meskipun masih terdapat faktor lain yang juga memerlukan perhatiannya seperti anggota, sarana, suasana dan situasi. Tentu pada tingkat ini, menurut hemat saya sebagai pemerhati, bahwa telah ada perhatian tersebut pada sosok seorang jendral Marthinus.
Pria kelahiran Ambon, Maluku, 30 Januari 1969 ini malang melintang di dunia reserse, terutama terorisme. Marthinus ( kandidat doktor ) termasuk salah satu perwira polisi yang mendapat kenaikan pangkat istimewah karena ketika Indonesia dihadapkan kepada aksi kali pertama terorisme terbesar bom Bali, beliau sang jendral ketika itu ikut menangkap teroris Imam Samudra. Dan dalam tugas sebagai jabatan terbarunya sebagai kadensus 88, beliau juga berhasil menangkap buronan teroris JI (Jama’ah Islamiyah ) yang dicari selama 20 tahun yang melakukan sejumlah aksi teror Bom di Indonesia yaitu zulkarnain di daerah lampung.
Sejumlah catatan penelitian saya bahwa densus 88 dimasa kepemimpinan irjen Marthinus mengalami suasana yang penuh rasa damai tenang dalam melakukan sejumlah penangkapan para teroris tanpa perlawanan, sikap ini sungguh luar biasa, mampu merubah image pada masyarakat akan humanisme tersebut. Bahkan bukan saja pada tindakan penangkapan semata tapi juga beliau mampu berhasil dan berani mengambil peran dalam pencegahan terhadap perkembangan faham radikalisme dan terorisme di indonesia juga terhadap sejumlah eks napiter dirangkulnya secara pendekatan personil (*)