Jakarta, 27 Februari 2025 – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan bahwa kerugian negara akibat dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Patra Niaga mencapai Rp193,7 triliun hanya untuk tahun 2023. Jika dihitung secara kasar, total kerugian selama periode 2018 hingga 2023 diperkirakan mencapai Rp968,5 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa angka Rp193,7 triliun tersebut merupakan perhitungan sementara yang telah dikomunikasikan dengan ahli. “Rp193,7 triliun itu di tahun 2023, perhitungan sementara ya, tapi itu juga sudah komunikasi dengan ahli. Jadi, coba dibayangkan, ini kan tempus-nya 2018-2023. Kalau sekiranya dirata-rata di angka itu setiap tahun, bisa kita bayangkan seberapa besar kerugian negara,” kata Harli pada Rabu (26/2/2025).
Harli juga menegaskan bahwa praktik korupsi ini melibatkan pembayaran untuk minyak jenis RON 92 (Pertamax), padahal yang sebenarnya dibeli adalah RON 90 (Pertalite). Namun, ia menekankan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir mengenai kualitas BBM yang saat ini beredar. “Jadi, jangan ada pemikiran di masyarakat bahwa seolah-olah minyak yang digunakan sekarang itu adalah minyak oplosan. Nah, itu enggak tepat. Fakta hukumnya ini di 2018-2023 dan ini sudah selesai. Jadi sekarang enggak ada masalah, speknya sudah sesuai,” ujar Harli.
Selain itu, dugaan korupsi ini juga melibatkan pengondisian rapat untuk menurunkan produksi kilang dalam negeri, sehingga kebutuhan minyak harus dipenuhi melalui impor. Praktik ini menyebabkan kenaikan harga dasar BBM, yang berdampak pada peningkatan kompensasi dan subsidi yang dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya.